Halaman

Senin, 26 Agustus 2013

Separuh Hati yang Bening


Kisah cinta itu tidak selamanya seperti kebanyakan yang terjadi di dalam cerpen atau novel. Meski mungkin ada beberapa orang yang kisah cintanya mirip dengan cerita novel atau cerpen yang sering kita baca.

Siapa yang tidak menginginkan kisah perjalanan cintanya berakhir bahagia? Tentunya itu adalah impian setiap orang, apalagi wanita seperti aku. Perjalanan cintaku dimulai ketika aku berkenalan dengan seseorang di jejaring sosial. Saat itu aku masih memiliki pacar dan hubungan kami katakanlah hubungan jarak jauh karena aku melanjutkan untuk kuliah sedangkan dia memutuskan untuk bekerja terlebih dahulu sebelum melanjutkan kuliah.

“Kamu habis telponan ya sama mantanmu?” tanyaku padanya di telpon
“iya.” Jawabnya ketus
“Pantas telponku tak di angkat.” Jawabku singkat
“Sudahlah aku ngantuk, cape, mau tidur.” Ia langsung mengakhiri telponnya.

Saat itu hubunganaku dan pacarku sudah di persimpangan jalan, dan hampir memutuskan untuk berjalan di jalan yang berbeda. Saat itu aku berkenalan dengan Rian di facebook. Entah apa yang merasuki pikiranku, aku memberikan nomor handphone ku padanya, aku berpikir aku butuh seorang teman di saat seperti ini, tapi entah mengapa yang aku pilih adalah Rian. Entah karena Rian datang sendiri kepadaku atau entah apa alasannya aku tidak mengerti sampai aku seperti ini, karena aku tahu aku tak semudah ini menanggapi orang asing.

Dua hari setelah aku mengenal Rian, kami tidak lagi saling melakukan komunikasi, tapi seminggu kemudian pacarku akhirnya memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Bisa dirasakan bagaimana perasaan kita ketika kita mulai mencintai seseorang tapi seseorang itu pergi meninggalkan kita dengan alasan yang tidak masuk akal. Tak ada hal yang bisa aku lakukan. Dengan berat hati aku menerima keputusannya.

Setelah itu aku dekat lagi dengan Rian, secara jelasnya aku lupa, tapi disitulah aku mengenal Rian, mengenal sosoknya, tapi baru seminggu aku mengenalnya, dia mengajakku bertemu. Singkat saja, di depan laundry di pinggir gang kecil dekat kostn ku. Aku bertemu dia. Dia memarkirkan motornya di depan laundry tersebut, turun, lalu membuka helmnya.
“Rian ya?” sapaku
“Nida ya?” balasnya
Kami saling tersenyum malu lalu aku mengajaknya untuk mengobrol saja di kostnku karena tidak enak jika mengobrol di jalanan. Dia datang ke kostnku bersama dua temannya, begitupun aku bersama kedua sahabatku yang sedang menginap di kostnku.

Keesokan harinya dia mengajakku bertemu lagi, aku mengiyakannya. Disitulah dia menyatakan perasaannya padaku. Apakah ini sebuah lelucon atau apa. Baru saja semalam bertemu, keesokan harinya, tepatnya di sore hari dia mengungkapkan perasaan cintanya padaku. Dia membawa bunga mawar putih berserta kertas hijau, sebenarnya sebelum dia datang ke kostnku, aku meminta tolong padanya untuk membelikan kertas hijau untuk keperluan ospek karena tidak ada di sekitar kostnku.

Rian itu begitu romantis, bayangkan saja dia mengungkapkan perasaannya padaku dengan membawa setangkai mawar putih di sore hari diiringi rintik-rintik hujan di depan kostnku. Tidak bisa aku bayangkan apakah saat itu ada orang yang melihatku bersama Rian atau tidak. Tapi Rian juga menurutku orang yang terlalu cepat mengambil keputusan, ia bahkan tidak mengenalku sama sekali dan baru bertemu, belum mengetahui bagaimana sosok diriku dan berani ingin memiliki hatiku ini, dan sepertinya aku harus mengatakan hal itu pada diriku sendiri, akupun menerimanya tanpa berpikir panjang lebar. Tapi saat itu harus aku akui ada sedikit perasaan senang karena baru kali ini aku mendapatkan bunga dari laki-laki dan diperlakukan begitu romantis.

Akhirnya aku berjalan dengannya, sehari, seminggu, tapi perasaan cinta itu belum juga muncul dihatiku. Apalagi baru beberapa minggu mantannya sudah menghubungiku berbicara segala hal tentang mereka, membuat aku semakin ragu dengan Rian. Harus aku akui bahwa aku belum siap menerima cinta yang baru. Aku belum siap menerima Rian, aku takut, bahkan teramat takut. Aku memang kejam, menerima Rian tanpa memiliki perasaan apapun padanya, tapi Rian terlihat begitu mencintaiku, usaha dia untuk mengembalikan senyumku, menghiburku, dan meyakinkan aku.
Saat itu aku sedang telponan dengannya dan aku memberanikan untuk mengungkapkan sesuatu padanya.
“Rian maafkan aku ya.” Ucapku
“Maaf kenapa?” Tanya Rian heran.
“Aku belum bisa mencintaimu Rian, tapi aku tak mau kehilanganmu.” Kata-kata itu mengalir begitu saja dari bibirku.
Ia lalu diam sejenak dan berkata “Tak apa-apa aku juga belum bisa melupakan mantanku”

Disitulah jantungku serasa ingin berhenti. Entah apa yang terjadi terhadap perasaanku, aku tak suka mendengar kata-kata itu darinya. Apa aku mulai jatuh cinta padanya? Aku merasa bahwa Rian memiliki persamaan sepertiku, tapi mengapa Rian mengambil resiko untuk memiliki hatiku, ketika ia masih menyimpan wanita lain dihatinya. Lagi-lagi petanyaan yang muncul dibenakku itu seolah mencerminkan diriku sendiri.

Seminggu setelah liburan semester aku bertemu kembali dengannya, hubungan kami baik-baik saja, dan aku mulai sedikit-sedikit mengenal Rian begitupun dengan Rian mulai mengenal sosokku seperti apa. Saat itulah mantan Rian kembali menghubungiku.
“Aku tahu siapa Rian dan aku tahu semua tentang dia, dan aku tahu posisiku di hatinya. Terima kasih telah menjaga dia untukku.” Itu message yang dikirimnya untukku.
Perasaanku sedikit terkoyak saat itu. Baru saja aku putus dengan mantanku, belum sembuh hati yang telah hancur ini, kini mantannya Rian yang membuat aku kembali tak mempercayai Rian. Aku semakin takut Rian hanya mempermainkan perasaanku. Dan disaat itu aku berpikir untuk mencoba mengakhiri semuanya dengan Rian, sebelum melangkah semakin jauh. Tapi saat itu ketika aku berbicara dengan Rian dari hati ke hati mengenai mantannya, Rian meyakinkan aku bahwa tidak ada lagi hubungan dengannya, saat itu Rian mengatakan masih menyimpan mantannya dihati, itu pun hanya sebuah tanggapan Rian karena kecewa atas pernyataanku, penjelasannya seperti itu, bahkan entah mengapa saat itu aku menangis karena terbayang teramat sakit perasaan yang telah hancur karena mantanku di tambah dengan diriku yang plin-plan terhadap Rian. Tapi Rian menghapus air mataku itu dengan sapu tangannya, dia terus meyakinkan aku, dan dia mengeluarkan dompetnya dan menyobek foto mantannya di depanku. Aku masih tak percaya Rian melakukan itu karena benar ingin meyakinkan aku atas cintanya padaku atau hanya ingin membuat hatiku tenang saja.

Setiap hari Rian semakin menunjukan bahwa dia mencintaiku dengan tulus, ingin menjalin hubungan serius denganku, dan membuat cerita indah baru bersamaku, entah apa yang terjadi setelah kejadian tentang aku, Rian, dan mantannya, akupun lebih takut kehilangan Rian, aku ingin Rian ada bersamaku, menemaniku, menyayangiku dengan tulus. Dan dialah yang setiap hari mengembalikan dan menyusun potongan-potongan puzzle hatiku yang telah hancur dan berserakan ini. Dia memberiku cinta yang tak pernah aku dapat sebelumnya, dia membuatku merasa berarti, membuatku kembali tersenyum, membuatku menjadi diriku sendiri ketika bersamanya. Kesabarannya, kasih sayangnya, pengorbanannya yang telah ia lakukan membuatku menyisihkan luka-luka lama dan membuka hatiku untuk ditempati Rian. Kini separuh hatiku disempurnakan oleh separuh hati lagi yang begitu bening dan dia adalah Rian. Kami pun berjanji untuk saling menjaga hati ini satu sama lain meski jalan didepan sana akan lebih sulit lagi untuk dilewati. Aku sadar bahwa aku telah mencintainya.

Kejadian dan apa yang telah aku lewati membuat aku mengerti bahwa sesakit apapun cinta yang pernah kita alami jangan takut untuk melepaskannya karena akan ada pengganti yang lebih baik lagi dan jangan takut untuk membuka hati kita untuk ditempati oleh hati yang baru meski semua itu memerlukan waktu yang lama.