Senja
yang ditemani hujan rintik-rintik itu menemani kesunyian hatiku, senja di sore
itu memang terlihat indah ketika di pandang, tapi entah mengapa aku
mengurungkan niat untuk menyapanya.
Mataku
tertuju tepat di pojok kamarku. Lagi-lagi aku membaca isi surat itu, surat yang
selalu kusimpan rapi di meja belajar di pojok kamar, tepatnya di tumpukkan
coretan-coretan yang tidak terlalu penting. Sengaja aku menyimpannya disitu
karena aku tak ingin ada seorangpun yang mengetahuinya.
Setiap
kali aku membacanya, jutaan tanda tanya bersemayam di benakku, ribuan pedang
merobek perasaanku, imajinasi-imajinasiku seperti gelembung yang beterbangan ke
langit dan tanpa tujuan pasti.
Selintas
bayangan itu singgah.
“Ya
ampun kamar ko berantakan gini.” Ucapku sambil melihat ke seluruh penjuru
kamarnya.
“Hehehehe,
belum sempat aku beresin, tadinya mau aku beresin sebelum kamu kesini, eh
tau-taunya udah datang duluan.” Jawab Erga.
Melihat
kamarnya yang seperti puing-puing kapal yang hancur dan terdampar berserakan
dimana-mana, tentunya aku sebagai wanita tidak tinggal diam begitu saja.
Apalagi sampah bekas makanan ringan yang ia simpan di belakang pintu kamar, di
tambah lagi baju kotor yang membuat kamarnya menimbulkan bau tak sedap.
“Aku
beresin ya kamarnya.” Kataku sambil mencari-cari sapu.
“Wah
seriusan? Asik, itu di belakang pintu.” Sambil mengambilkannya.
“Vin
tapi aku mandi dulu ya, nanti habis mandi aku bantuin juga.”
“Iya,
cepet ya.”
Aku
mulai membereskan kamar itu dengan merapikan tempat tidurnya, membereskan
bajunya dimulai dari memisahkan baju yang kotor dengan